I.
Pendahuluan
Jamur tiram merupakan salah
satu komuditas yang sedang diminati masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Hal ini dapat dilihat dari permintaan yang terus meningkat setiap tahunnya.
Permintaan jamur tiram yang cukup tinggi masih belum terpenuhi, masih banyak
yang di datangkan dari luar daerah. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan
budidaya jamur tiram (Fritz, dkk., 2017).
Menurut Badan Pusat
Statistik tahun 2017 tingkat konsumsi jamur di Indonesia mencapai 47.753 ton
sedangkan produksinya hanya 37.020 ton. Setiap tahun permintaan jamur tiram
meningkat 10% baik untuk kebutuhan hotel, restoran, vegetarian dan lain
sebagainya (Kalsum, dkk.. 2011). Produksi Jamur tiram masih rendah karena
permintaan konsumen cukup tinggi (Karisman, 2015). Untuk itu kita harus
meningkatkan lagi produksi jamur tiram putih untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Prospek budidaya jamur
tiram sangat menjanjikan jika kualitas dan kuantitas produk sesuai dengan
persyaratan. Usaha jamur tiram tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan dan
dapat mengurangi limbah. Pembuatan media tanam jamur tiram terdiri dari serbuk
kayu gergaji yang merupakan limbah dari pengrajin kayu dan bekatul sebagai
nutrisi serta kapur atau dolomit untuk mengatur pH media (Suharnowo, dkk.,
2012).
Kandungan nutrisi jamur
tiram dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya lebih tinggi. Kandungan asam
amino 18 jenis diantaranya isoleusin, lysin, methionin, eystein, penylalanin,
tyrosin, treonin, tryptopan, valin, arginin, histidin, alanin, asam aspartat,
asam glutamat, glysin, prolin, dan serin. Jamur Tiram mengandung protein nabati
yang cukup tinggi, lemak, dan unsur lainnya seperti vitamin, besi, fosfor dan
lain sebagainya dan tidak mengandung kolesterol, terlihat pada tabel berikut :
Tabel. Komposisi dan Kandungan Nutrisi
Jamur Tiram per 100 gram
Zat Gizi Kalori Protein Karbohidrat Lemak Thiamin Riboflavin Niacin ‘Ca (Kalsium) K (Kalium) P (Posfor) Na (Natrium) Fe (Besi) |
Kandungan 367 kal 10,5-30,4 % 56,6 % 1,7-2,2 % 0,20 mg 4,7-4,9 mg 77,2 mg 314,0 mg 3.793,0 mg 717,0 mg 837,0 mg 3,4-18,2 mg |
Sumber: Djarijah dan Abbas, 2001
Isi
Teknis budidaya jamur tiram terdiri dari beberapa tahapan, yaitu penyiapan serbuk gergaji, pencampuran media, pengomposan, pembuatan baglog, sterilisasi, inokulasi, dan inkubasi dan pemeliharaan.
a Penyiapan Serbuk Gergaji
Serbuk
gergaji sebanyak 75% dilakukan pengayaan terlebih dahulu sebelum dicampur
dengan bahan-bahan seperti bekatul dan kapur. Pengayakan dilakukan, pada
prinsipnya adalah untuk menyeragamkan ukuran serbuk gegaji. Tujuannya supaya
pencampuran serbuk kayu dengan bahan-bahan yang lainnya dapat merata, sehinnga
nantinya pertumbuhan miselia jamur dapat tumbuh dengan merata
b.
Pencampuran Media
Serbuk
gergaji yang telah ditakar dicampur dengan campuran bahan-bahan lain seperti
kapur, dan bekatul di tempat yang terpisah. Komposisi bekatul dan kapur pada
masingmasing baglog sama yaitu 20% dan 5%. Campuran media yang sudah merata
selanjutnya dicampur dengan air sampai diperoleh kadar air media campuran 60%
dengan ciri-ciri hingga kenampakan campurannya jika media tanam digenggam,
kemudian genggaman tangan dibuka maka media campuran tidak hancur, tetapi juga
mudah dihancurkan dengan tangan.
c.
Pengomposan
Setelah
media tanam jamur selesai, kemudian ditutup menggunakan terpal. Pengomposan
pada media tersebut dilakukan selama 5 (lima) hari supaya campuran komposisi
media tercampur dengan merata. Terjadinya fermentasi dalam media ditunjukkan
dengan adanya perubahan struktur yang menjadi lebih halus, warna yang menjadi
lebih gelap dan memiliki aroma yang khas pada kayu.
d. Pembuatan Baglog
Setelah
proses fermentasi, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik polipropilen
(PP) ukuran 1500 g dengan berat total media tanam yaitu 1000 g. Selanjutnya
media tanam di dalam kantong plastik (baglog) tersebut dipadatkan dengan cara
dipukulkan ke tanah agar media tanam padat dan tidak mudah hancur.
e. Sterilisasi
Sterilisasi
media dengan menggunakan autoclave pada suhu 1210 C selama 45 menit.
Media yang sudah disterilisasikan kemudian didinginkan selama 8-12 jam.
Pendinginan media tanam dilakukan karena pada prinsipnya pendinginan dilakukan
agar pada saat media tanam diinokulasi, bibit jamur tidak akan mati.
f.
Inokulasi
Inokulasi
dilakukan di ruang khusus yang sudah disterilisasi dengan menyemprotkan alkohol
70%. Cara yang dilakukan dengan membuka penutup baglog kemudian bagian ujung
dari baglog didekatkan pada bunsen, bibit jamur dimasukkan lewat cincin paralon
bagian tengah dalam media. Inokulasi ini dilakukan satu per satu baglog.
g.
Inkubasi dan Pemeliharaan
Inkubasi
dilakukan dengan cara menyimpan pada rumah jamur dengan kondisi tertentu yang
bertujuan supaya miselium jamur tumbuh dengan baik. Semua baglog ditempatkan di
rak kayu dengan posisi horizontal dan dibiarkan sampai miselium jamur tiram
putih tumbuh memenuhi seluruh baglog. Kondisi ruangan inkubasi diatur dengan
suhu 27-300C dengan kelembaban 60-70%. Suhu dan kelembaban dalam
ruangan dapat diatur dengan pengaturan sirkulasi udara dan penyiraman pada
lantai kumbung apabila diperlukan. Kelembaban dan suhu diukur menggunakan
termometer ruangan dan higrometer. Inkubasi diakhiri setelah 5-6 minggu yang
ditandai dengan adanya miselium yang tampak putih merata menyelimuti seluruh
permukaan media tanam.
.
III.
Penutup
Budidaya jamur
merupakan teknologi tepat guna yang tidak membutuhkan biaya besar dan relatif tidak
begitu rumit dalam pelaksanaannya. Budidaya jamur tiram membutuhkan waktu panen
hanya 1.5 bulan, tidak butuh pupuk, tidak mengenal musim, bisa dilakukan dalam
skala home industry dan oleh siapa
saja. Sisa dari produk jamur tiram dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos dan
makanan ikan, selain itu juga sudah bisa digunakan sebagai media untuk
perkembangbiakan cacing.
Usaha Jamur Tiram pada
saat ini prospeknya cukup bagus dilihat dari permintaan pasar yang terus
meningkat. Baik itu berupa jamur segar maupun produk olahannya. Dilihat dari
kandungan zat gizi dari jamur ini dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. Dari
pelatihan budidaya jamur tiram yang telah dilakukan masyarakat secara cepat
dapat menerapkan langsung di lapangan artinya budidaya jamur tiram sangat mudah
untuk dilakukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Alexopolous, C. J.
(1962). Introductory Mycologys. New York: John Willey and Son’s. Asegab Muad.
(2011). Bisnis Pembibitan Jamur Tiram, Jamur Merang dan Jamur Kuping. Jakarta:
PT Agromedia Pustaka.
Badan Pusat Statistik.
(2017). Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-buahan Semusim Indonesia. Badan
Pusat Statistik. Jakarta.
Cahyana, Y.A., M.
Muchrodji, dan Bakrun. 1999 Jamur Tiram (Pembibitan, Pembudidayaan, Analisis
Usaha). Jakarta: Penebar Swadaya. Djarijah, N.M. dan Abbas, S.D. 2001.
Budidaya Jamur Tiram
(Pembibitan Pemeliharaan dan Pengendalian Hama-Penyakit). Yogyakarta: Kanisius.
Fritz Tanza Sitompul, Elza Zuhry, dan Armaini. (2017).
Pengaruh Berbagai Media Tumbuh dan
Penambahan Gula (Sukrosa) terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus
ostreatus). JOM Faperta, 4(2): 1-15. Pekanbaru: Fakultas Pertanian Universitas
Riau. Suharnowo,
L. S. Budipramana, dan Isnawati. (2012).
Pertumbuhan Miselium
dan Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan
Memanfaatkan Kulit Ari Biji Kedelai Sebagai Campuran pada Media Tanam.
LenteraBio, 4(1): 125–130. Suriawiria. (2002).
Budidaya Jamur Tiram.
Yogyakarta: Kanisius Suriawiria Unus. (2000). Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu:
Shitake, Kuping, Tiram. Jakarta: Penebar Swadaya. Windyastuti, PW. (2000).
Analisis Pendapatan dan
Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih (Studi
Kasus di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa
Barat). Bogor: IPB, Fakultas Pertanian.