Kamis, 08 Juli 2021

Teknik Budidaya Jamur Kayu

 



       I.            Pendahuluan

Jamur tiram merupakan salah satu komuditas yang sedang diminati masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan. Hal ini dapat dilihat dari permintaan yang terus meningkat setiap tahunnya. Permintaan jamur tiram yang cukup tinggi masih belum terpenuhi, masih banyak yang di datangkan dari luar daerah. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan budidaya jamur tiram (Fritz, dkk., 2017).

Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2017 tingkat konsumsi jamur di Indonesia mencapai 47.753 ton sedangkan produksinya hanya 37.020 ton. Setiap tahun permintaan jamur tiram meningkat 10% baik untuk kebutuhan hotel, restoran, vegetarian dan lain sebagainya (Kalsum, dkk.. 2011). Produksi Jamur tiram masih rendah karena permintaan konsumen cukup tinggi (Karisman, 2015). Untuk itu kita harus meningkatkan lagi produksi jamur tiram putih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Prospek budidaya jamur tiram sangat menjanjikan jika kualitas dan kuantitas produk sesuai dengan persyaratan. Usaha jamur tiram tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan dan dapat mengurangi limbah. Pembuatan media tanam jamur tiram terdiri dari serbuk kayu gergaji yang merupakan limbah dari pengrajin kayu dan bekatul sebagai nutrisi serta kapur atau dolomit untuk mengatur pH media (Suharnowo, dkk., 2012).

Kandungan nutrisi jamur tiram dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya lebih tinggi. Kandungan asam amino 18 jenis diantaranya isoleusin, lysin, methionin, eystein, penylalanin, tyrosin, treonin, tryptopan, valin, arginin, histidin, alanin, asam aspartat, asam glutamat, glysin, prolin, dan serin. Jamur Tiram mengandung protein nabati yang cukup tinggi, lemak, dan unsur lainnya seperti vitamin, besi, fosfor dan lain sebagainya dan tidak mengandung kolesterol, terlihat pada tabel berikut :

Tabel. Komposisi dan Kandungan Nutrisi Jamur Tiram per 100 gram

Zat Gizi

Kalori

Protein

Karbohidrat

Lemak

Thiamin

Riboflavin

Niacin

‘Ca (Kalsium)

K (Kalium)

P (Posfor)

Na (Natrium)

Fe (Besi)

Kandungan

367 kal

10,5-30,4 %

56,6 %

1,7-2,2 %

0,20 mg

4,7-4,9 mg

77,2 mg

314,0 mg

3.793,0 mg

717,0 mg

837,0 mg

3,4-18,2 mg

Sumber: Djarijah dan Abbas, 2001

Isi

Teknis budidaya jamur tiram terdiri dari beberapa tahapan, yaitu penyiapan serbuk gergaji, pencampuran media, pengomposan, pembuatan baglog, sterilisasi, inokulasi, dan inkubasi dan pemeliharaan.

a Penyiapan Serbuk Gergaji

Serbuk gergaji sebanyak 75% dilakukan pengayaan terlebih dahulu sebelum dicampur dengan bahan-bahan seperti bekatul dan kapur. Pengayakan dilakukan, pada prinsipnya adalah untuk menyeragamkan ukuran serbuk gegaji. Tujuannya supaya pencampuran serbuk kayu dengan bahan-bahan yang lainnya dapat merata, sehinnga nantinya pertumbuhan miselia jamur dapat tumbuh dengan merata

b.      Pencampuran Media

Serbuk gergaji yang telah ditakar dicampur dengan campuran bahan-bahan lain seperti kapur, dan bekatul di tempat yang terpisah. Komposisi bekatul dan kapur pada masingmasing baglog sama yaitu 20% dan 5%. Campuran media yang sudah merata selanjutnya dicampur dengan air sampai diperoleh kadar air media campuran 60% dengan ciri-ciri hingga kenampakan campurannya jika media tanam digenggam, kemudian genggaman tangan dibuka maka media campuran tidak hancur, tetapi juga mudah dihancurkan dengan tangan.

c.       Pengomposan

Setelah media tanam jamur selesai, kemudian ditutup menggunakan terpal. Pengomposan pada media tersebut dilakukan selama 5 (lima) hari supaya campuran komposisi media tercampur dengan merata. Terjadinya fermentasi dalam media ditunjukkan dengan adanya perubahan struktur yang menjadi lebih halus, warna yang menjadi lebih gelap dan memiliki aroma yang khas pada kayu.

 d.      Pembuatan Baglog

Setelah proses fermentasi, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik polipropilen (PP) ukuran 1500 g dengan berat total media tanam yaitu 1000 g. Selanjutnya media tanam di dalam kantong plastik (baglog) tersebut dipadatkan dengan cara dipukulkan ke tanah agar media tanam padat dan tidak mudah hancur.

e.       Sterilisasi

Sterilisasi media dengan menggunakan autoclave pada suhu 1210 C selama 45 menit. Media yang sudah disterilisasikan kemudian didinginkan selama 8-12 jam. Pendinginan media tanam dilakukan karena pada prinsipnya pendinginan dilakukan agar pada saat media tanam diinokulasi, bibit jamur tidak akan mati.

f.       Inokulasi

Inokulasi dilakukan di ruang khusus yang sudah disterilisasi dengan menyemprotkan alkohol 70%. Cara yang dilakukan dengan membuka penutup baglog kemudian bagian ujung dari baglog didekatkan pada bunsen, bibit jamur dimasukkan lewat cincin paralon bagian tengah dalam media. Inokulasi ini dilakukan satu per satu baglog.

g.      Inkubasi dan Pemeliharaan

Inkubasi dilakukan dengan cara menyimpan pada rumah jamur dengan kondisi tertentu yang bertujuan supaya miselium jamur tumbuh dengan baik. Semua baglog ditempatkan di rak kayu dengan posisi horizontal dan dibiarkan sampai miselium jamur tiram putih tumbuh memenuhi seluruh baglog. Kondisi ruangan inkubasi diatur dengan suhu 27-300C dengan kelembaban 60-70%. Suhu dan kelembaban dalam ruangan dapat diatur dengan pengaturan sirkulasi udara dan penyiraman pada lantai kumbung apabila diperlukan. Kelembaban dan suhu diukur menggunakan termometer ruangan dan higrometer. Inkubasi diakhiri setelah 5-6 minggu yang ditandai dengan adanya miselium yang tampak putih merata menyelimuti seluruh permukaan media tanam.

.

 III.            Penutup

Budidaya jamur merupakan teknologi tepat guna yang tidak membutuhkan biaya besar dan relatif tidak begitu rumit dalam pelaksanaannya. Budidaya jamur tiram membutuhkan waktu panen hanya 1.5 bulan, tidak butuh pupuk, tidak mengenal musim, bisa dilakukan dalam skala home industry dan oleh siapa saja. Sisa dari produk jamur tiram dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos dan makanan ikan, selain itu juga sudah bisa digunakan sebagai media untuk perkembangbiakan cacing.

Usaha Jamur Tiram pada saat ini prospeknya cukup bagus dilihat dari permintaan pasar yang terus meningkat. Baik itu berupa jamur segar maupun produk olahannya. Dilihat dari kandungan zat gizi dari jamur ini dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. Dari pelatihan budidaya jamur tiram yang telah dilakukan masyarakat secara cepat dapat menerapkan langsung di lapangan artinya budidaya jamur tiram sangat mudah untuk dilakukan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Alexopolous, C. J. (1962). Introductory Mycologys. New York: John Willey and Son’s. Asegab Muad. (2011). Bisnis Pembibitan Jamur Tiram, Jamur Merang dan Jamur Kuping. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Badan Pusat Statistik. (2017). Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-buahan Semusim Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Cahyana, Y.A., M. Muchrodji, dan Bakrun. 1999 Jamur Tiram (Pembibitan, Pembudidayaan, Analisis Usaha). Jakarta: Penebar Swadaya. Djarijah, N.M. dan Abbas, S.D. 2001.

Budidaya Jamur Tiram (Pembibitan Pemeliharaan dan Pengendalian Hama-Penyakit). Yogyakarta: Kanisius. Fritz Tanza Sitompul, Elza Zuhry, dan Armaini. (2017).

Pengaruh Berbagai Media Tumbuh dan Penambahan Gula (Sukrosa) terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). JOM Faperta, 4(2): 1-15. Pekanbaru: Fakultas Pertanian Universitas Riau. Suharnowo, L. S. Budipramana, dan Isnawati. (2012).

Pertumbuhan Miselium dan Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Memanfaatkan Kulit Ari Biji Kedelai Sebagai Campuran pada Media Tanam. LenteraBio, 4(1): 125–130. Suriawiria. (2002).

Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta: Kanisius Suriawiria Unus. (2000). Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu: Shitake, Kuping, Tiram. Jakarta: Penebar Swadaya. Windyastuti, PW. (2000).

Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih (Studi Kasus di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Bogor: IPB, Fakultas Pertanian.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar