PENDAHULUAN
Bambu merupakan tanaman keluarga rumput-rumputan yang berujud
besar seperti pohon, tumbuh dengan menggunakan rimpang akar yang
beruas-ruas dengan satu tunas di setiap ruasnya, berselang seling pada
ruas berikutnya. Dengan cara pertumbuhan menggunakan
rimpang menyebabkan bambu lebih unggul dibanding tanaman jenis
pohon. Menggunakan pertumbuhan rimpang batang memungkinkan
bambu tumbuh dengan bentuk rumpun simpodial, monopodial dan
amphipodial.
Rumpun simpodial membentuk batang mengelompok
dalam satu rumpun, batang muda tumbuh di bagian luar batang yang
lebih tua. Cara pertumbuhan monopodial membentuk pertumbuhan
batang yang saling berjauhan sehingga berkesan seperti pertumbuhan
pohon yang sebatang-sebatang, yang sebenarnya batang yang berdekatan
masih berasal dari satu rimpang yang sama, yang tumbuh memanjang
dalam tanah.
Pertumbuhan amphipodial merupakan campuran bentuk
keduanya, dimana rumpun tumbuh menjauh dari rumpun yang lebih
tua. Seperti monopodial tetapi tumbuhnya merumpun.
Bambu menyimpan kemampuan pertumbuhan batang dari dalam tanah,
sehingga semua perusak baik biotik maupun abiotik yang berada di atas
tanah akan sulit membunuh pertumbuhannya.
Contoh nyata ketika
terjadi bencana wedhus gembel (awan panas) akibat letusan gunung
Merapi di Yogyakarta tahun 2010, mematikan sebagian besar tanaman
hutan seperti Pinus dan lain-lain tetapi bambu mampu tumbuh kembali
dari bawah tanah dengan menggunakan cara pertumbuhannya yang
spesifik, yaitu secara bertahap per periode pertumbuhan,
ukuran diameter batang sedikit membesar dan ukuran batangnya semakin tinggi sampai pucuknya berhenti tumbuh ke atas, dan cabang
mulai tumbuh ke samping.
Setelah demikian, batang periode berikutnya
tumbuh dari rimpang batang di dalam tanah kemudian menjadi tunas
batang muda atau rebung dan memanjang ke atas kemudian siklus seperti
di atas diulang kembali dengan menghasilkan diameter batang dan
tinggi yang lebih besar ukurannya dan demikian seterusnya. Batang
muda/tumbuh terbaru biasanya tumbuh di bagian luar batang tua atau
bagian luar dari rumpun, dan terlihat dari ukuran diameter batang yang
lebih besar.
Sebagai jenis tanaman yang sudah dikenal masyarakat banyak di
Indonesia, bambu ditemui tumbuh di pedesaan dan banyak berperan
sebagai penopang kehidupan dengan menghasilkan uang tunai dari
penjualan batang dan rebungnya untuk sayuran bergizi tinggi, di samping
berfungsi baik sebagai penahan tebing dari longsor dan penjaga mata
air. Sebagai bahan konstruksi bangunan, harga per batang Rp 50.000,-
(Mulyanto, 2010). Sedangkan sebagai penghasil sayur, rebung dihargai
sekitar Rp 3.000,- – Rp 5.000,- per kilogram pada tahun 2010. Sekitar 1250 jenis bambu yang ada di dunia, 11 persennya tumbuh asli
di Indonesia. Survei tahun 1994 di Sumatera, berhasil menginventarisasi
sebanyak 56 jenis bambu, terdiri dari 22 jenis yang tumbuh alami
dan 34 jenis bambu dibudidayakan (Anon, 2012). Dari sekian jenis
tersebut, dua belas jenis bambu di Indonesia telah dipilih oleh Jaringan
kerja bambu dan rotan internasional (INBAR) untuk dipakai sebagai
indikator prioritas penelitian dan pengembangan bambu yaitu: Bambusa
blumeana (bambu duri), D. asper (petung), Gigantochloa apus (bambu
tali), Bambusa vulgaris (ampel), G. pseudoarundinacea (gombong),
Bambusa atra, B. heterostachya, G. atroviolacea (wulung), G. balui, G.
atter (bambu temen), G. scortechinii dan Schizostachyum zollingeri
(bambu telur) (Anon, 1994).
Bambu sebenarnya termasuk jenis tanaman yang tidak memerlukan
persyaratan tempat tumbuh khusus, umumnya dapat tumbuh di semua
lokasi dari ketinggian rendah sampai tinggi, tetapi basah dan keringnya
lahan akan berpengaruh pada produktivitas batang dan ukurannya.
Untuk jenis-jenis tertentu, kesesuaian lahan memang diperlukan untuk
menghasilkan batang yang produktif dan berukuran optimal.
Pada
kondisi lahan kering, beberapa jenis bambu seperti petung (D. asper);
bambu serit (Gigantochloa robusta), bambu surat (G. pseudoarundinacea),
bambu peting (G. laevis), bambu apus (G. apus), bambu benel (G. atter),
ampel kuning (Bambusa vulgaris var striata), ampel hijau (B. vulgaris
var vitata) dan bambu ori, duri (B. blumeana) cocok atau sesuai dan
tumbuh baik. Sedangan untuk lahan basah atau sering tergenang banjir
dan kesuburannya marjinal, bambu ampel kuning (B. vulgaris var striata
dan ampel hijau (B. vulgaris var vitata) serta bambu duri sangat sesuai. Beberapa jenis bambu sesuai tumbuh pada lahan dengan
iklim C dan D atau iklim kering seperti jenis-jenis ampel kuning, ampel
hijau, bambu duri/ ori, dan bambu ater (G. atter).
Sedangkan pada iklim
basah (A dan B), semua jenis bambu dapat tumbuh baik (Sutiyono,
2012).
Menurut Anon (2012), bambu duri tumbuh pada tanah basah sepanjang
sungai, bambu balku (B. balcooa) tumbuh pada ketinggian di atas 600 m,
curah hujan tahunan 2500-3000 mm/tahun. Tumbuh di berbagai tipe
tanah khususnya tanah bertekstur keras dengan pH 5,5; Pring gesing
(B. blumeana) tumbuh hingga ketinggian 300m di tanah marjinal atau
sepanjang sungai, tahan genangan, pH optimal: 5-6,5; Bambu cina tumbuh pada bermacam-macam jenis tanah, khususnya tanah
liat berpasir. Juga tahan hidup di daerah bersuhu dingin, ketinggian 1500
m dpl. Bambu bengal (B. tulda) tumbuh di tanah bsah, perbukitan,
pinggir sungai sampai ketinggian 1500 m dpl. Bambu kuning (B. vulgaris
var striata) tumbuh baik mulai dataran rendah sampai 1200 m dpl., di
tanah marjinal, sepanjang sungai, tahan genangan, pH optimal 5-6,5.
Bambu petung tumbuh mulai
dataran rendah sampai ketinggian 1500m dpl. Tumbuh terbaik pada
ketinggian 400 – 500 m dpl, curah hujan sekitar 2.400 mm/ tahun.
Terbaik tumbuh di tanah dengan drainase baik. Bambu sembilang (D.
giganteus) tumbuh di tanah tropis sampai ketinggian 1200 m dpl, dan di
dataran rendah tropis berpasir. Bambu taiwan (D. latiflorus) tumbuh di
tanah subur, lembab, curah hujan tinggi, tidak di tanah liat dan berpasir
atau tanah dengan pH kurang dari 7. Bambu tali (D. strictus) tumbuh
di segala jenis tanah liat berpasir dengan drainase baik, pH 5,5 – 7,5.
Ketinggian sampai 1200, curah hujan optimum 1000-3000 mm per
tahun. Bambu apus, tumbuh di dataran rendah, tinggi, sampai 1500
m dpl, di tanah liat berpasir. Bambu wulung/ hitam (Gigantochloa
atroviolacea Widjaja) tumbuh di dataran rendah, lembab, curah hujan
1500-3700 mm/tahun. Tumbuh di tempat kering berbatu atau tanah
merah.
BUDIDAYA BAMBU
Permintaan akan Bambu meningkat, Kenapa?
a. Bambu merupakan komoditas penting dalam
menggantikan kebutuhan bahan baku produk - produk industri yang terbuat dari kayu.
b. Bambu memiliki banyak keunggulan dari segi
sosial, ekonomi dan budaya.
c. Dapat tumbuh cepat di semua jenis tanah dan
ketinggian.
d. Mampu menahan laju erosi, mengurangi polusi
air dan dapat berfungsi sebagai tanggul alam.
Metode Perbanyakan ;
1. Generatif
2. Vegetatif
Perbanyakan Generatif :
• Menggunakan biji
• Sangat jarang didapatkan
(pembungaan yang tidak pasti
dan jarang, kalaupun ada
biasanya bijinya bersifat infertil.
Selain itu, sebagian besar
bambu akan segera mati setelah
mengalami fase pembungaan.)
• Terdapat 7 jenis bambu yang
diketahui bisa berbiji.
Perbanyakan Vegetatif :
1. Makro : Akar Rimpang, Batang
2. Mikro : Kultur Jaringan (Kuljar)
Teknik Penanaman di lapangan :
a. Penyiapan lahan tanam, tidak membutuhkan lahan
dengan persyaratan yang khusus serta mengatur
jarak tanam terutama untuk bambu yang jenis
rumpun.
b. Pembuatan lubang tanam, ukuran lubang tanam
sama seperti dengan menanam pohon pada
umumnya hanya saja perlu diperhatikan jarak tanam
antar lubang tergantung pada jenis bambu dan
rumpunnya. Satu bulan sebelum penanaman lubang
tanam diberikan pupuk atau seresah untuk
meningkatkan penyediaan unsur organik yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan akar.
c. Penanaman dilakukan menjelang musim penghujan
sekitar November dan paling lambat Februari.