Minggu, 26 Desember 2021

Serba Serbi Bambu

     



PENDAHULUAN

     Bambu merupakan tanaman keluarga rumput-rumputan yang berujud besar seperti pohon, tumbuh dengan menggunakan rimpang akar yang beruas-ruas dengan satu tunas di setiap ruasnya, berselang seling pada ruas berikutnya. Dengan cara pertumbuhan menggunakan rimpang menyebabkan bambu lebih unggul dibanding tanaman jenis pohon. Menggunakan pertumbuhan rimpang batang memungkinkan bambu tumbuh dengan bentuk rumpun simpodial, monopodial dan amphipodial.

    Rumpun simpodial membentuk batang mengelompok dalam satu rumpun, batang muda tumbuh di bagian luar batang yang lebih tua. Cara pertumbuhan monopodial membentuk pertumbuhan batang yang saling berjauhan sehingga berkesan seperti pertumbuhan pohon yang sebatang-sebatang, yang sebenarnya batang yang berdekatan masih berasal dari satu rimpang yang sama, yang tumbuh memanjang dalam tanah. 

    Pertumbuhan amphipodial merupakan campuran bentuk keduanya, dimana rumpun tumbuh menjauh dari rumpun yang lebih tua. Seperti monopodial tetapi tumbuhnya merumpun. Bambu menyimpan kemampuan pertumbuhan batang dari dalam tanah, sehingga semua perusak baik biotik maupun abiotik yang berada di atas tanah akan sulit membunuh pertumbuhannya. 

    Contoh nyata ketika terjadi bencana wedhus gembel (awan panas) akibat letusan gunung Merapi di Yogyakarta tahun 2010, mematikan sebagian besar tanaman hutan seperti Pinus dan lain-lain tetapi bambu mampu tumbuh kembali dari bawah tanah dengan menggunakan cara pertumbuhannya yang spesifik, yaitu secara bertahap per periode pertumbuhan, ukuran diameter batang sedikit membesar dan ukuran batangnya semakin tinggi sampai pucuknya berhenti tumbuh ke atas, dan cabang mulai tumbuh ke samping. 

    Setelah demikian, batang periode berikutnya tumbuh dari rimpang batang di dalam tanah kemudian menjadi tunas batang muda atau rebung dan memanjang ke atas kemudian siklus seperti di atas diulang kembali dengan menghasilkan diameter batang dan tinggi yang lebih besar ukurannya dan demikian seterusnya. Batang muda/tumbuh terbaru biasanya tumbuh di bagian luar batang tua atau bagian luar dari rumpun, dan terlihat dari ukuran diameter batang yang lebih besar.


    Sebagai jenis tanaman yang sudah dikenal masyarakat banyak di Indonesia, bambu ditemui tumbuh di pedesaan dan banyak berperan sebagai penopang kehidupan dengan menghasilkan uang tunai dari penjualan batang dan rebungnya untuk sayuran bergizi tinggi, di samping berfungsi baik sebagai penahan tebing dari longsor dan penjaga mata air. Sebagai bahan konstruksi bangunan, harga per batang Rp 50.000,- (Mulyanto, 2010). Sedangkan sebagai penghasil sayur, rebung dihargai sekitar Rp 3.000,- – Rp 5.000,- per kilogram pada tahun 2010.

    Sekitar 1250 jenis bambu yang ada di dunia, 11 persennya tumbuh asli di Indonesia. Survei tahun 1994 di Sumatera, berhasil menginventarisasi sebanyak 56 jenis bambu, terdiri dari 22 jenis yang tumbuh alami dan 34 jenis bambu dibudidayakan (Anon, 2012). Dari sekian jenis tersebut, dua belas jenis bambu di Indonesia telah dipilih oleh Jaringan kerja bambu dan rotan internasional (INBAR) untuk dipakai sebagai indikator prioritas penelitian dan pengembangan bambu yaitu: Bambusa blumeana (bambu duri), D. asper (petung), Gigantochloa apus (bambu tali), Bambusa vulgaris (ampel), G. pseudoarundinacea (gombong), Bambusa atra, B. heterostachya, G. atroviolacea (wulung), G. balui, G. atter (bambu temen), G. scortechinii dan Schizostachyum zollingeri (bambu telur) (Anon, 1994).

    Bambu sebenarnya termasuk jenis tanaman yang tidak memerlukan persyaratan tempat tumbuh khusus, umumnya dapat tumbuh di semua lokasi dari ketinggian rendah sampai tinggi, tetapi basah dan keringnya lahan akan berpengaruh pada produktivitas batang dan ukurannya. Untuk jenis-jenis tertentu, kesesuaian lahan memang diperlukan untuk menghasilkan batang yang produktif dan berukuran optimal. 

    Pada kondisi lahan kering, beberapa jenis bambu seperti petung (D. asper); bambu serit (Gigantochloa robusta), bambu surat (G. pseudoarundinacea), bambu peting (G. laevis), bambu apus (G. apus), bambu benel (G. atter), ampel kuning (Bambusa vulgaris var striata), ampel hijau (B. vulgaris var vitata) dan bambu ori, duri (B. blumeana) cocok atau sesuai dan tumbuh baik. Sedangan untuk lahan basah atau sering tergenang banjir dan kesuburannya marjinal, bambu ampel kuning (B. vulgaris var striata dan ampel hijau (B. vulgaris var vitata) serta bambu duri sangat sesuai. Beberapa jenis bambu sesuai tumbuh pada lahan dengan iklim C dan D atau iklim kering seperti jenis-jenis ampel kuning, ampel hijau, bambu duri/ ori, dan bambu ater (G. atter). 

    Sedangkan pada iklim basah (A dan B), semua jenis bambu dapat tumbuh baik (Sutiyono, 2012). Menurut Anon (2012), bambu duri tumbuh pada tanah basah sepanjang sungai, bambu balku (B. balcooa) tumbuh pada ketinggian di atas 600 m, curah hujan tahunan 2500-3000 mm/tahun. Tumbuh di berbagai tipe tanah khususnya tanah bertekstur keras dengan pH 5,5; Pring gesing (B. blumeana) tumbuh hingga ketinggian 300m di tanah marjinal atau sepanjang sungai, tahan genangan, pH optimal: 5-6,5; Bambu cina tumbuh pada bermacam-macam jenis tanah, khususnya tanah liat berpasir. Juga tahan hidup di daerah bersuhu dingin, ketinggian 1500 m dpl. Bambu bengal (B. tulda) tumbuh di tanah bsah, perbukitan, pinggir sungai sampai ketinggian 1500 m dpl. Bambu kuning (B. vulgaris var striata) tumbuh baik mulai dataran rendah sampai 1200 m dpl., di tanah marjinal, sepanjang sungai, tahan genangan, pH optimal 5-6,5. 

    Bambu petung tumbuh mulai dataran rendah sampai ketinggian 1500m dpl. Tumbuh terbaik pada ketinggian 400 – 500 m dpl, curah hujan sekitar 2.400 mm/ tahun. Terbaik tumbuh di tanah dengan drainase baik. Bambu sembilang (D. giganteus) tumbuh di tanah tropis sampai ketinggian 1200 m dpl, dan di dataran rendah tropis berpasir. Bambu taiwan (D. latiflorus) tumbuh di tanah subur, lembab, curah hujan tinggi, tidak di tanah liat dan berpasir atau tanah dengan pH kurang dari 7. Bambu tali (D. strictus) tumbuh di segala jenis tanah liat berpasir dengan drainase baik, pH 5,5 – 7,5. Ketinggian sampai 1200, curah hujan optimum 1000-3000 mm per tahun. Bambu apus, tumbuh di dataran rendah, tinggi, sampai 1500 m dpl, di tanah liat berpasir. Bambu wulung/ hitam (Gigantochloa atroviolacea Widjaja) tumbuh di dataran rendah, lembab, curah hujan 1500-3700 mm/tahun. Tumbuh di tempat kering berbatu atau tanah merah.


BUDIDAYA BAMBU

Permintaan akan Bambu meningkat, Kenapa? 

a. Bambu merupakan komoditas penting dalam menggantikan kebutuhan bahan baku produk - produk industri yang terbuat dari kayu. 

b. Bambu memiliki banyak keunggulan dari segi sosial, ekonomi dan budaya. 

c. Dapat tumbuh cepat di semua jenis tanah dan ketinggian. 

d. Mampu menahan laju erosi, mengurangi polusi air dan dapat berfungsi sebagai tanggul alam.

Metode Perbanyakan ;

1. Generatif 

2. Vegetatif

Perbanyakan Generatif :

 • Menggunakan biji 

• Sangat jarang didapatkan (pembungaan yang tidak pasti dan jarang, kalaupun ada biasanya bijinya bersifat infertil. Selain itu, sebagian besar bambu akan segera mati setelah mengalami fase pembungaan.) 

• Terdapat 7 jenis bambu yang diketahui bisa berbiji.  

Perbanyakan Vegetatif :

1. Makro : Akar Rimpang, Batang

2. Mikro : Kultur Jaringan (Kuljar)

Teknik Penanaman di lapangan :

a. Penyiapan lahan tanam, tidak membutuhkan lahan dengan persyaratan yang khusus serta mengatur jarak tanam terutama untuk bambu yang jenis rumpun. 

b. Pembuatan lubang tanam, ukuran lubang tanam sama seperti dengan menanam pohon pada umumnya hanya saja perlu diperhatikan jarak tanam antar lubang tergantung pada jenis bambu dan rumpunnya. Satu bulan sebelum penanaman lubang tanam diberikan pupuk atau seresah untuk meningkatkan penyediaan unsur organik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan akar. 

c. Penanaman dilakukan menjelang musim penghujan sekitar November dan paling lambat Februari.

Kamis, 26 Agustus 2021

Serba Serbi Pohon Kepayang (Pangium edule Reinw)

                                            


Tanaman kepayang atau Pangium edule Reinw merupakan tanaman pohon yang tumbuh liar di sekitar daerah aliran sungai. Tanaman ini termasuk suku Achariaceae ( dulu dimasukkan dalam suku Flacourtiaceae). Orang Sunda menyebut tanaman ini sebagai picung, pucung atau kepayang sedangkan di Toraja disebut Panarassan dan di Minangkabau disebut Simaung (Yohar,2012).

Kepayang termasuk kelompok pohon besar, tinggi pohon mencapai 25 meter (Yohar,2012). Menurut Arini (2012) pohon kepayang dapat mencapai umur 100 tahun, tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat 10-1000 mdpl, pada tanah berbatu, tanah liat, yanah aluvial, podsolik, bahkan tanah miskin unsur hara. Pohon kepayang umumnya tumbuh di ketinggian 350 mdpl dan membutuhkan lingkungan yang cukup air, dapat tumbuh didaerah lebih tinggi beriklim kering dan jarang terkena banjir (Partomihardjo dan rugayah,1989).

Botani Kepayang

Klasifikasi kepayang adalah :

Kingdom         : Plantae

Divisi               : Spermatophyta

Sub divisi        : Angiospermae

Kelas               : Dicotyledonae

Bangsa            : Cislales

Suku                : Flacoutiaceae

Genus              : Pangium

Spesies            : Pangium edule Reinw

 (Pratidina,2008)

1. Daun Kepayang :

Merupakan tanaman berdaun tunggal dengan bulu halus lembut pada bagian bawah daun dan bentuk daun bulat telur atau bulat. Daun memiliki pertulangan menjari yang menonjol di bagian bawah maupun atas dan hijau mengkilap di bagian atas dengan ukuran 15-20 cm,(Sari dan Suhartati,2015). Menurut Yohar (2012) tangkai daun kepayang berbentuk silindris dengan panjang 10-15 cm kedudukan sedikit berhadapan atau spiral yang terkumpul pada ranting.

Pada pohon muda daunnya memiliki bentuk helai, daun bulat telur memanjang berlekuk, dengan ukuran 30-45 cm, bentuk tepi daun menjari lima (palmately lobed) dan pangkal daun berlekuk kedalam (auriculate). Tangkai daun silindris kuat berkayu dengan panjang 50-58 cm. Daun kepayang memiliki musim gugur, daunnya akan gugur saat buah agung atau panen raya. Daun-daun mulai gugur ketika tua dan akan tumbuh kembali daun muda setelah berbuah (Yohar,2012).

2. Bunga Kepayang :

Memiliki bunga majemuk berbentuk tandan,memiliki tangkai bunga, daun pelindung dasar bunga, mahkota bunga, benang sari dan putik. Ketika mekar akan kekuningan- hijau dan putih, memiliki bau yang samar, dengan ukuran kelopak 1-2 cm, mahkota panjang 5-8 cm, pangkal berambut hijau muda. Setiap tangkai memiliki 3-4 kuntum bunga dan memiliki kelopak bunga sebanyak tujuh helai, biasanya pada satu tangkai hanya satu bunga yang menjadi buah (Yohar,2012).

Tata letak bunga tanaman kepayang yakni Axillary atau bunga-bunga terseusun pada ketiak daun dan umumnya dibagian dekat ujung ranting. Tanaman kepayang berbunga satu kali dalam setahun, dimulai pada bulan Desember atau Januari (Yohar,2012). Bunga jantan tersusun dalam malai, sedangkan bunga betina umumnya muncul tunggal di ujung ranting,(Sari dan Suhartati,2015).

3. Buah

       Buah berbentuk bulat liontin dengan kulit tebal dengan ukuran diameter 10 sampai 20cm, buah muda bulat memanjang berwarna coklat muda,buah tua coklat kehitaman. Tangkai buah pendek 1,5-2 cm, berat buah segar 1,3-1,9 kg dengan diameter 10-16 cm, dalam satu buah umumnya 10-15 biji. Pada pohon-pohon tua tanaman kepayang akan memiliki buah yang besar dan jumlah biji di dalamnya mencapai 25 biji.

5. Batang

       Kepayang merupakan tumbuhan yang memiliki batang berkayu besar dan tinggi, bentuk batang berlekuk dangkal dengan pangkal batang berbanir (banir kuncup),kulit batang licin, kadang memiliki retakan sedikit kasar pada pohon tua. Kepayang memiliki akar tunggang yang kuat menembus kedalam tanah (Yohar,2012).

5. Akar

Kepayang memiliki akar tunggang yang kuat menembus kedalam, berwarna kuning. Jika tumbuh di daerah berbatu maka akarnya akan mencengkram dengan kuat dan pertumbuhan akar yang cepat (Yohar,2012).

Pohon kepayang banyak ditemukan ditepi sungai dan tanah berlereng dan penyebarannya cenderung mengelompok dan banyak tumbuh pada lahan dengan kemiringan cukup curam dengan pH antara 5,5-6,5. Kayu kepayang juga cukup baik dan kuat sebagai bahan pertukangan. Tumbuhan asli Indonesia ini memiliki perakaran yang kuat sehingga cocok digunakan sebagai pohon pelindung dan penghijuan di daerah aliran sungai.

Perbanyakan pada tanaman dibagi menjadi dua yakni perbanyakan tanaman secara generatif dan perbanyakan tanaman secara vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif adalah perbanyakan tanaman melalui proses perkawinan antara dua tanaman induk melalui organ reproduksi berupa bunga yang kemudian terjadi penyerbukan benang sari pada kepala putik dan menghasilkan buah dengan kandungan biji didalamnya dan biji ini dapat ditanam kembali untuk menghasilkan tanaman baru. 

 

 


Kamis, 08 Juli 2021

Teknik Budidaya Jamur Kayu

 



       I.            Pendahuluan

Jamur tiram merupakan salah satu komuditas yang sedang diminati masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan. Hal ini dapat dilihat dari permintaan yang terus meningkat setiap tahunnya. Permintaan jamur tiram yang cukup tinggi masih belum terpenuhi, masih banyak yang di datangkan dari luar daerah. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan budidaya jamur tiram (Fritz, dkk., 2017).

Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2017 tingkat konsumsi jamur di Indonesia mencapai 47.753 ton sedangkan produksinya hanya 37.020 ton. Setiap tahun permintaan jamur tiram meningkat 10% baik untuk kebutuhan hotel, restoran, vegetarian dan lain sebagainya (Kalsum, dkk.. 2011). Produksi Jamur tiram masih rendah karena permintaan konsumen cukup tinggi (Karisman, 2015). Untuk itu kita harus meningkatkan lagi produksi jamur tiram putih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Prospek budidaya jamur tiram sangat menjanjikan jika kualitas dan kuantitas produk sesuai dengan persyaratan. Usaha jamur tiram tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan dan dapat mengurangi limbah. Pembuatan media tanam jamur tiram terdiri dari serbuk kayu gergaji yang merupakan limbah dari pengrajin kayu dan bekatul sebagai nutrisi serta kapur atau dolomit untuk mengatur pH media (Suharnowo, dkk., 2012).

Kandungan nutrisi jamur tiram dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya lebih tinggi. Kandungan asam amino 18 jenis diantaranya isoleusin, lysin, methionin, eystein, penylalanin, tyrosin, treonin, tryptopan, valin, arginin, histidin, alanin, asam aspartat, asam glutamat, glysin, prolin, dan serin. Jamur Tiram mengandung protein nabati yang cukup tinggi, lemak, dan unsur lainnya seperti vitamin, besi, fosfor dan lain sebagainya dan tidak mengandung kolesterol, terlihat pada tabel berikut :

Tabel. Komposisi dan Kandungan Nutrisi Jamur Tiram per 100 gram

Zat Gizi

Kalori

Protein

Karbohidrat

Lemak

Thiamin

Riboflavin

Niacin

‘Ca (Kalsium)

K (Kalium)

P (Posfor)

Na (Natrium)

Fe (Besi)

Kandungan

367 kal

10,5-30,4 %

56,6 %

1,7-2,2 %

0,20 mg

4,7-4,9 mg

77,2 mg

314,0 mg

3.793,0 mg

717,0 mg

837,0 mg

3,4-18,2 mg

Sumber: Djarijah dan Abbas, 2001

Isi

Teknis budidaya jamur tiram terdiri dari beberapa tahapan, yaitu penyiapan serbuk gergaji, pencampuran media, pengomposan, pembuatan baglog, sterilisasi, inokulasi, dan inkubasi dan pemeliharaan.

a Penyiapan Serbuk Gergaji

Serbuk gergaji sebanyak 75% dilakukan pengayaan terlebih dahulu sebelum dicampur dengan bahan-bahan seperti bekatul dan kapur. Pengayakan dilakukan, pada prinsipnya adalah untuk menyeragamkan ukuran serbuk gegaji. Tujuannya supaya pencampuran serbuk kayu dengan bahan-bahan yang lainnya dapat merata, sehinnga nantinya pertumbuhan miselia jamur dapat tumbuh dengan merata

b.      Pencampuran Media

Serbuk gergaji yang telah ditakar dicampur dengan campuran bahan-bahan lain seperti kapur, dan bekatul di tempat yang terpisah. Komposisi bekatul dan kapur pada masingmasing baglog sama yaitu 20% dan 5%. Campuran media yang sudah merata selanjutnya dicampur dengan air sampai diperoleh kadar air media campuran 60% dengan ciri-ciri hingga kenampakan campurannya jika media tanam digenggam, kemudian genggaman tangan dibuka maka media campuran tidak hancur, tetapi juga mudah dihancurkan dengan tangan.

c.       Pengomposan

Setelah media tanam jamur selesai, kemudian ditutup menggunakan terpal. Pengomposan pada media tersebut dilakukan selama 5 (lima) hari supaya campuran komposisi media tercampur dengan merata. Terjadinya fermentasi dalam media ditunjukkan dengan adanya perubahan struktur yang menjadi lebih halus, warna yang menjadi lebih gelap dan memiliki aroma yang khas pada kayu.

 d.      Pembuatan Baglog

Setelah proses fermentasi, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik polipropilen (PP) ukuran 1500 g dengan berat total media tanam yaitu 1000 g. Selanjutnya media tanam di dalam kantong plastik (baglog) tersebut dipadatkan dengan cara dipukulkan ke tanah agar media tanam padat dan tidak mudah hancur.

e.       Sterilisasi

Sterilisasi media dengan menggunakan autoclave pada suhu 1210 C selama 45 menit. Media yang sudah disterilisasikan kemudian didinginkan selama 8-12 jam. Pendinginan media tanam dilakukan karena pada prinsipnya pendinginan dilakukan agar pada saat media tanam diinokulasi, bibit jamur tidak akan mati.

f.       Inokulasi

Inokulasi dilakukan di ruang khusus yang sudah disterilisasi dengan menyemprotkan alkohol 70%. Cara yang dilakukan dengan membuka penutup baglog kemudian bagian ujung dari baglog didekatkan pada bunsen, bibit jamur dimasukkan lewat cincin paralon bagian tengah dalam media. Inokulasi ini dilakukan satu per satu baglog.

g.      Inkubasi dan Pemeliharaan

Inkubasi dilakukan dengan cara menyimpan pada rumah jamur dengan kondisi tertentu yang bertujuan supaya miselium jamur tumbuh dengan baik. Semua baglog ditempatkan di rak kayu dengan posisi horizontal dan dibiarkan sampai miselium jamur tiram putih tumbuh memenuhi seluruh baglog. Kondisi ruangan inkubasi diatur dengan suhu 27-300C dengan kelembaban 60-70%. Suhu dan kelembaban dalam ruangan dapat diatur dengan pengaturan sirkulasi udara dan penyiraman pada lantai kumbung apabila diperlukan. Kelembaban dan suhu diukur menggunakan termometer ruangan dan higrometer. Inkubasi diakhiri setelah 5-6 minggu yang ditandai dengan adanya miselium yang tampak putih merata menyelimuti seluruh permukaan media tanam.

.

 III.            Penutup

Budidaya jamur merupakan teknologi tepat guna yang tidak membutuhkan biaya besar dan relatif tidak begitu rumit dalam pelaksanaannya. Budidaya jamur tiram membutuhkan waktu panen hanya 1.5 bulan, tidak butuh pupuk, tidak mengenal musim, bisa dilakukan dalam skala home industry dan oleh siapa saja. Sisa dari produk jamur tiram dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos dan makanan ikan, selain itu juga sudah bisa digunakan sebagai media untuk perkembangbiakan cacing.

Usaha Jamur Tiram pada saat ini prospeknya cukup bagus dilihat dari permintaan pasar yang terus meningkat. Baik itu berupa jamur segar maupun produk olahannya. Dilihat dari kandungan zat gizi dari jamur ini dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. Dari pelatihan budidaya jamur tiram yang telah dilakukan masyarakat secara cepat dapat menerapkan langsung di lapangan artinya budidaya jamur tiram sangat mudah untuk dilakukan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Alexopolous, C. J. (1962). Introductory Mycologys. New York: John Willey and Son’s. Asegab Muad. (2011). Bisnis Pembibitan Jamur Tiram, Jamur Merang dan Jamur Kuping. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Badan Pusat Statistik. (2017). Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-buahan Semusim Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Cahyana, Y.A., M. Muchrodji, dan Bakrun. 1999 Jamur Tiram (Pembibitan, Pembudidayaan, Analisis Usaha). Jakarta: Penebar Swadaya. Djarijah, N.M. dan Abbas, S.D. 2001.

Budidaya Jamur Tiram (Pembibitan Pemeliharaan dan Pengendalian Hama-Penyakit). Yogyakarta: Kanisius. Fritz Tanza Sitompul, Elza Zuhry, dan Armaini. (2017).

Pengaruh Berbagai Media Tumbuh dan Penambahan Gula (Sukrosa) terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). JOM Faperta, 4(2): 1-15. Pekanbaru: Fakultas Pertanian Universitas Riau. Suharnowo, L. S. Budipramana, dan Isnawati. (2012).

Pertumbuhan Miselium dan Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Memanfaatkan Kulit Ari Biji Kedelai Sebagai Campuran pada Media Tanam. LenteraBio, 4(1): 125–130. Suriawiria. (2002).

Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta: Kanisius Suriawiria Unus. (2000). Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu: Shitake, Kuping, Tiram. Jakarta: Penebar Swadaya. Windyastuti, PW. (2000).

Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih (Studi Kasus di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Bogor: IPB, Fakultas Pertanian.

 

Senin, 14 Juni 2021

Pembuatan Disinfektan dari Bahan Alami untuk Meminimalisir Penularan Covid 19

 Saat ini, virus tersebut sudah tersebar di berbagai penjuru negara, termasuk Indonesia. Sekarang ini, di Indonesia memili pasien yang terkena COVID-19 sekitar 35.000 lebih, yang meninggal sekitar 2.000 dan sembuh sekitar 12.000, guna menghindari adanya berita simpang siur terkait penularan virus corona ini, pemerintah menyiapkan akses secara online yang dapat dilihat oleh masyarakat melalui situs resminya di http://corona.go.id. Dari situs tersebut dapat dilihat data pantauan covid-19. Saat ini, masyarakat Indonesia masih melawan virus corona hingga saat ini, begitupun di negara-negara lain. Setiap hari pasien selalu bertambah sehingga pemerintah menjadi turun tangan untuk menangani masyarakat untuk memakai masker selalu berpergian dan selalu rajin mencuci tangan sebelum atau sesudah melakukan sesuatu sera melakukan social distancing.

  Mengantisipasi dan mengurangi jumlah penderita virus corona di Indonesia sudah dilakukan di seluruh daerah. Diantaranya dengan memberikan kebijakan membatasi aktifitas keluar rumah, kegiatan sekolah dirumahkan, bekerja dari rumah (work from home), bahkan kegiatan beribadah pun dirumahkan. Hal ini sudah menjadi kebijakan pemerintah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang sudah dianalisa dengan maksimal tentunya (Putri Z. F., 2016). Ini memiliki dampak positif dan negatif dimata masyarakat besar dan kecil di dalam masyarakat kecil, salah satu dampak negatif adalah masyarakat kecil jika melaksanakan physical distancing dapat berakibat fatal bagi kehidupan keluarga karena hasil pemasukannya hanya berasal dari aktivitas luar rumahnya berbeda dengan masyarakat pekerja kantoran maupun pejabat negara yang ekonominya tetap stabil seperti biasanya. 

  Work from home (bekerja dari rumah)ini kemudian memberikan begitu banyakpengaruh dalam berbagai sektor. Salah satu sektor yang terdampak dan begitu terasa adalah sektor ekonomi masyarakat. Hal inimenjadi merupakan isu terkini dan oleh karena itu penulis berinisiatif meniliti dan mencoba mencari pembuatan disinfektan (antiseptik) berbahan alami, ramah lingkungan, serta tidak menggunakan banyak biaya guna untuk mengurangi penularan covid-19. 

  Bahan yang digunakan adalah daun sirih dikarenakan daun sirih memiliki khasiat sebagai antisariawan, antibatuk, astringent, dan antiseptik serta kandungan-kandungan yang berisi saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri. (Muhlisin, 2019) Adapun bahan kedua kami yakni jeruk nipis Manfaat 

jeruk nipis lainnya juga dapat melancarkan pencernaan, mengurangi risiko penyakit jantung dan 

diabetes, mengatasi gangguan pernafasan dan radang sendi, dan sebagai obat alami pereda batuk 

serta bisa menjadi suatu antiseptik yang mungkin tidak diketahui banyak orang (Putri N. H., 

SehatQ, 2019).

Bahan yang digunakan untuk membuat desinfektan dengan bahan alami ini hanya dengan menggunakan bahan-bahan sederhana yang berupa daun sirih dan jeruk nipis yang bisa kita temukan dipasar maupun di perkebunan. 

Jeruk Nipis 

Kandungan nutrisi jeruk nipislah yang memberikan buah ini berbagai manfaatnya. Dalam satu buah jeruk nipis berukuran sedang (seberat sekitar 60 gram), terkandung vitamin C yang bisa memenuhi 22% kebutuhan harian tubuh serta nutrisi lainya (Ismi, 2016), seperti Kalori: 20 gram, Karbohidrat: 7 gram, Protein: 0,5 gram, Lemak: 0,1 gram, Serat: 1,9 gram, Zat besi: 2% dari kebutuhan harian tubuh, Kalsium: 2% dari kebutuhan harian tubuh, Vitamin B6: 2% dari kebutuhan harian tubuh, Thiamin: 2% dari kebutuhan harian tubuh, Kalium: 1% 

Kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam jeruk nipis adalah limonene, linalil, lonalol, terpen, terpinol, sorbitol, saponin, dan flavonoid.16 Aktivitas antimikroba jeruk nipis efektif dalam membunuh bakteri gram positif dan gram negatif, seperti Candida albicans. Onyeagba et al., juga mempelajari efek antimikroba dari bawang putih, jahe (Zingber officinale Roscoe) dan jeruk nipis pada bakteri Staphylococcus aureus., Bacillus sp., Escherichia coli dan Salmonella Rafi, juga mengamati efek antimikroba dari jeruk nipis dalam menghambat beberapa mikroorganisme seperti Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas (Ismi, 2016).

Daun Sirih 

Dari kebutuhan harian tubuh daun sirih tergolong sebagai tanaman yang mengandung banyak air. Sekitar 85-90% daun sirih terdiri dari air. Karena itulah daun sirih juga rendah kalori dan rendah lemak. Per 100 gram daun sirih hanya mengandung 44 kalori dan 0,4-1% lemak. Selain itu, kandungan daun sirih lainnya adalah Protein sebanyak 3 persen per 100 gram, Iodin 3,4 mcg per 100 gram, Sodium 1,1-4,6% per 100 gram, Vitamin A: 1,9-2,9 mg per 100 gram, Vitamin B1: 13-70 mcg per 100 gram, Vitamin B2: 1,9-30 mcg per 100 gram, Asam nikotinat: 0,63-0,89 mg per 100 gram (Etika, 2020).


Jumat, 28 Mei 2021

PERALATAN BUDIDAYA LEBAH TRIGONA

 


        Peralatan Budidaya Lebah Trigona, terdiri dari : Stup (kotak) dan Penyangga Stup/Kotak. 

I. Alat pembuat stup/kotak terdiri dari :
   1. Ketam Listrik, berfungsi untuk menyerut/melicinkan kayu
   2. Paku, untuk merekatkan sambungan kayu
   3. Gergaji, untuk memotong kayu
   4. Pensil tukang, untuk memberi tanda/menggaris kayu yang akan dipotong
   5. Palu, untuk memasukan/mencabut kayu
   6. Penggaris siku, untuk mengukur dan meluruskan yang akan dipotong
   7. Bor kayu, untuk membuat lubang keluar masuk lebah dari stup
   8. Meteran, untuk mengukur kayu
   9. Linggis, untuk menggali lubang jika akan menancapkan/menanam tiang penyangga stup

II. Peralatan Pemanenan Madu
    1. Jenis Trigona Laeviceps (mempunyai kantong madu dengan ukuran yang kecil), terdiri dari:
        a. Topi Pelindung --> mencegah agar lebah tidak mengganggu bagian muka/kepala
        b. Pisau stenlis --> mengambil/menyayat dan sarangnya dari dalam stup
        c. Gayung --> membawa air pada waktu pemanenan (mencuci tangan)
        d. Sarung tangan karet --> melapisi jari-jari tangan
        e. Saringan --> menyaring madu yang sudah diperas agar terpisah antara madu dan kotoran
        f. Baskom/mangkok --> menampung madu dan sarangnya yang baru diambil
        g. Serbet/sapu tangan --> berfungsi mengelap tangan dan lainnya saat pemanenan madu
        h. Jerigen --> menampung madu yang sudah dpanen
     2. Jenis Itama (kantong madu ukuran besar), terdiri dari :
        a. Topi pelindung
        b. Alat sedot madu, untuk menyedot madu itama
    c. Lidi/tusuk sate kecil, untuk melubangi mangkok/kantong madu yang ada dalam stup agar   
        memudahkan memasukan sedotan madu
    d. Saringan madu
     e. Jerigen



Kamis, 14 Januari 2021

BUDIDAYA PORANG (Amorphophallus muelleri Blume) Dibawah Tegakan (PLBT) Sengon

 BUDIDAYA PORANG (Amorphophallus muelleri Blume) Dibawah Tegakan (PLBT) Sengon

                                                            oleh : Anita Budiyanti, S.Hut, M.I.L

                  Penyuluh Kehutanan Muda - CDK Wilayah IX - Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat

                                        
I. PENDAHULUAN

    Porang (Amorphophallus muelleri Blume) adalah salah satu jenis tanaman iles-iles yang tumbuh dalam hutan. Porang merupakan tumbuhan semak (herba) yang berumbi di dalam tanah. Umbi porang berpotensi memiliki nilai ekonomis yang tinggi, karena mengandung glukomanan yang baik untuk kesehatan dan dapat dengan mudah diolah menjadi bahan pangan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

II. SYARAT TUMBUH

Tanaman porang yang dibudidayakan harus punya kualitas yang baik, untuk itu perlu diketahui syarat-syarat tumbuh tanaman porang, antara lain:

1. Keadaan iklim

    Intensitas cahaya 60 – 70%

    Ketinggian 0 – 700 m dpl. Namun yang  

      paling bagus pada daerah dengan

      ketinggian 100 – 600 m dpl.

2. Keadaan tanah

     Dibutuhkan tanah yang gembur/subur  

        dan tidak becek.

     Tanah dengan tekstur lempung

        berpasir dan bersih dari alang-alang.

     Derajat keasaman tanah ideal antara

        pH 6 – 7.

3. Kondisi lingkungan

     Naungan yang ideal: Jati, Mahoni

         Sono, dan lain-lain.

      Tingkat kerapatan naungan minimal

         40% maksimal 60%. Semakin rapat    

         semakin baik. 

III. BUDIDAYA PORANG

Persiapan lahan

Lokasi tumbuh tanaman porang yang baik adalah di bawah naungan dengan itensitas cahaya 60-70%.

Kegiatan persiapan lahan :

1. Pada lahan datar

    Setelah lahan dibersihkan dari semak-semak liar/gulma lalu dibuat guludan selebar 50 cm dengan tinggi 25 cm dan panjang disesuaikan dengan lahan. Jarak antara guludan adalah 50 cm.

2. Pada lahan miring

Lahan dibersihkan tidak perlu diolah. Lalu dibuat lubang tempat ruang tumbuh bibit yang dilaksanakan pada saat penanaman.

Persiapan bibit

Porang dapat diperbanyak secara vegetatif dan generatif (biji, bulbil/katak). Bibit yang dipilih adalah dari umbi dan bulbil yang sehat. Bibit porang cukup ditanam sekali. Setelah bibit yang ditanam berumur 3 tahun, dapat dipanen selanjutnya dapat dipanen setiap tahunnya tanpa perlu penanaman kembali.

Kebutuhan bibit per satuan luas sangat tergantung pada jenis bibit yang digunakan dan jarak tanam. Dengan prosentase tumbuh benih diatas 90%, kebutuhan benih per hektar dengan jarak tanam 0,5 m adalah:

1. Umbi : 1.500 kg (± 20-30 buah/kg)

2. Biji : 300 kg

3. Bulbil : 350 kg (±170 – 175 buah/kg) 


Daftar Pustaka

    Sari.Ramdana, dkk. Tumbuhan Porang : Prospek Budidaya Sebagai Salah Satu Sistem Agroforestry. Jurnal Litbang Kehutanan.